Tahun kabisat, bulan kedua
Saat itu tahun pertama saya menyandang predikat mahasiswa. Tidak ada yang spesial kecuali tumpukan tugas dan tugas. Tapi saya menikmati, karena ini sangat menyenangkan. Walaupun banyak mengeluh tapi tetap saya jalani dengan senang hati.
Tidak banyak yang saya ingat kala itu, hari-hari berjalan seperti biasa, belajar, dirumah, belajar lagi dan seterusnya.
Tapi siang itu, setelah selesai makan siang. Saya kembali ke kampus, duduk ala kadarnya di public space sembari mengerjakan tugas dilaptop tua saya. Jika sudah di depan laptop, saya tidak peduli dengan dunia sekitar saya, apalagi itu tempat umum di kampus.
Tiba-tiba kamu datang, duduk di samping saya, ikut membuka laptop. Saya masih tidak menghiraukan.
" Halo, saya Lelaki, mahasiswa angkatan 2008."
" Halo juga mas, saya Perempuan, angkatan baru sih. Gimana ada yang nisa saya bantu mas ?" Ucap saya sembari menjabat tangannya dan tersenyum.
"Oh enggak, cuman pengen kenalan aja. Kebetulan saya sering lihat kamu di gedung 3. Sering lari-lari gara-gara telat ya ? Hehe"
"Hehe iya mas. Mas sering kuliah di gedung 3 juga?"
Dan obrolan kami pun berlanjut hingga akhirnya kami bertukar nomor handphone.
Esoknya, kami sering bertemu. Sering makan siang bersama, sering pulang pergi bersama, bahkan di luar kampus kami sering main walaupun hanya nonton atau window shopping. Semakin hari kami semakin dekat. Saya pikir ini hanya akan menjadi hubungan pertemanan pada umumnya. Sampai suatu hari saya mencari-cari Lelaki karena hari itu dia tidak ada di kampus, bahkan tidak mengirim pesan singkat kepada saya. Anehnya hari itu saya sangat ingin melihat wajahnya. Hanya melihat sebentat, lalu cukup. Tapi sampai waktunya pulang pun dia tidak muncul. Saat itu saya menyadari bahwa teman tidak akan seperti ini. Hari itu saya sadar, saya telah jatuh. Saya jatuh cinta pada Lelaki. Tapi saya masih ragu, bagaimana bisa saya jatuh secepat itu.
Hari berganti, Lelaki kembali muncul. Membuat saya sangat lega hanya melihat senyum miring khas yg selalu ia sunggingkan. Semakin hari, komunikasi kami semakin intens. Tidak hanya pesan singkat, Lelaki sering menelepon saya sebelum saya berangkat kerja part time atau saat saya sedang mengerjakan tugas. Saya ingat satu percakapan saat saya akan berangkat kerja, kami membicarakan banyak hal di telefon. Ketika saya akan sampai, saya ijin untuk mengakhiri telefon. Dari ujung telefonnya, Lelaki berkata dengan intonasi sangat cepat dan suara yg pelan "Aku sayang kamu". Saya hanya tersenyum ketika telefon benar-benar berakhir. Ada perasaan lega bahwa kami saling berbalas perasaan.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, saya mulai lelah menunggu Lelaki menyatakan cinta. Dan boleh dibilang perasaan saya sedikit demj sedikit mulai pudar. Namun komunikasi kami tetap terjalin baik. Sampai akhirnya munculah Pria, orang yang merebut perhatian saya dari Lelaki. Singkatnya, saya menjalin hubungam dengan Pria. Namun tidak berlangsung lama karena Pria hanyalah laki-laki pada umumnya. Kami mengakhiri hubungan kami tepat dua bulan sebelum berganti tahun.
Kembali saya mencari Lelaki. Mungkin dia masih disana menunggu saya. Andaipun tidak, saya paham juga. Ternyata dia masih disana, dengan senyum yang sama, dengan sikap yang sama. Kami kembali menjalin hubungan yg sempat hilang. Tapi hingga hubungan itu berakhir, Lelaki tidak juga menyatakan apapun kepada saya. Saat itu harusnya saya tetap bertahan saja.....
Tahun berganti, hubungan kami merenggang. Saya sudah sibuk dengan tugas-tugas akhir. Pun Lelaki sedang sibuk mengerjakan skripsinya. Tahun itu kami jarang sekali menghubungi satu sama lain. Hanya basa-basi singkat. Tidak pernah bertemu walaupun saya rindu setengah mati. Tapi apa daya, saya hanyalah gadis penuh dengan gengsi.
Tahun itu, Lelaki menyelesaikan status akademisnya dan bekerja di ibukota. Saya mencoba mengejar ketertinggalan saya di mata kuliah yg sempat saya hiraukan. Menuju tahun berganti, kami tetap dingin. Tetapi hati saya hangat mengeram rindu.
Melewati tahun lain, hubungan kami tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Saya hanya tau kabar Lelaki dari teman-temannya. Tahun itu saya harus menyelesaikan internship saya. Akhirnya saya semakin sibuk dengan tugas-tugas dan birokrasi akademis lain. Saya sedikir lupa tentang Lelaki.
Menuju penghujung tahun, akhirnya saya bisa melaksanakan internship di kota sebelah. Pertama kali dalam hidup saya jauh dari orang tua dan harus hidup sendiri. Tapi saya sangat antusias.
Hari pertama saya magang, saya perkenalan dengan seluruh staff kantor. Ada satu orang yg mengingatkan saya kepada Lelaki. Perawakannya, wajahnya, sikapnya, semuanya sangat mirip. Eraman rindu yg sudah dingin akhirnya hangay kembali. Kala itu saya sangat ingin bertemu Lelaki. Sekedar membicarakan hal-hal tidak penting. Tetapi saya tidak berani menghubungi Lelaki. Akhirnya saya menceritakan semua kerinduan saya kepada kawan Lelaki. Tak dinyana, cerita saya sampai pada Lelaki.
Menjelang natal, kami bertemu. Membicarakan banyak hal. Lelaki sudah bersama yg lain, pun saya. Ada sedikit perih ketika Lelaki menceritakan gadisnya saat ini. Saat itu saya ingin menceritakan semua perasaan saya sejak awal kami bertemu, tetapi rasanya tidak pantas karena saya dan Lelaki sudah punya pasangan masing-masing.
Pertemuan itu berlalu begitu saja. Saya masih rindu. Sangat rindu. Setiap kali ada perayaan keagamaan, saya gunakan kesempatan itu untuk menghubungi Lelaki. Hanya sebatas itu hubungan kami.
Menuju satu tahun lagi hingga masa kini, kami hanya berbalas pesan singkat. Membahas hal-hal tidak penting. Tak apa, yg penting saya tau kabarnya.
Satu tahun kembali berlalu, setelah natal 2014. Natal tahun ini akhirnya kamu bertemu. Duduk bersama walaupun kami berbeda. Sedikit canggung karena lama tak bersua.
Malam itu, saya banyak mencuri pandang kepada Lelaki. Saya rekam satu persatu detail kehadirannya. Matanya, senyumnya, rambutnya, tangannya, bahkan punggungnya yg jadi favorit saya. Malam itu, kami berbincang hingga menuju tengah malam. Lagi-lagi banyak tentang pasangan barunya. Dengan tegarnya saya mendengar dan memberi saran. Selama kamu bahagia, Lelaki.
Tiba dipenghujung pertemuan, saya diantar ke rumah. Tanpa saya ketahui sebabnya, Lelaki mengucapkan terimakasih. Padahal yg harusnya berterimakasih adalah saya, karena ia mau menemani saya beribadah.
Sampai rumah saya mendadak gelisah tak tentu arah. Ada desakan mistis agar saya mengatakan semuanya kepada Lelaki. Tetapi saya takut. Takut pertemanan saya selama ini akan melebur hilang begitu saja. Saya tidak bisa tidur, bolak-balik saya mengetik lalu hapus lalu ketik lagi. Geram, saya minta pendapat kawan saya. Kawan saya menyarankam untuk ungkapkan semua.
Akhirnya saya buat draft, saya copy, lalu saya simpan.
Tak lama, Lelaki mengirim pesan berisi. "Makasih ya, Perempuan"
Karena tidak tahu harus membalas apa, saya bulatkan tekat untuk menyalin draft saya tadi dan saya kirim ke Lelaki.
Untuk Lelaki, cahaya hati. Terimakasih karena telah ada dikehidupan saya. Terimakasih telah berupaya sedemikian rupa kala itu.
Bagaimana nanti takdirnya, saya selalu ingin kamu bahagia. Saya belajar cinta adalah melihatmu tertawa.
Seperti ujarmu, jangan hilangkan jalinan antara kita.
People changes, memory don't