Instagram -->

Senin, 26 Juni 2017

Quarter Life Crisis

Saat saya menulis ini, keadaannya adalah 1 hari setelah lebaran dimana semua orang berkumpul bersama keluarga dan tidak merasa kesepian, like I did. Saat ini juga saya akhirnya menyandang status single setelah 3 tahun lebih berjalan di ketidakpastian.
Rasanya? Biar saya raba-raba dulu seperti apa.
Saya tidak berkumpul dengan keluarga, yang lazimnya dilakukan kebanyakan orang. Saya tidak punya orang yang akan mendengarkan tentang kesepian saya, karena saya single. But, I'm fine so far.
Saya banyak menghabiskan waktu saya dengan Instagram dan kawan2 ajaibnya yang lain. Hal ini membuat saya makin menyadari 1 hal.
Saya tidak muda lagi.
Setiap kali saya scroll, selalu ada foto undangan pernikahan, foto tunangan, foto dengan bayi, foto dengan suami/istri dll dll.
Saya pikir, hal-hal seperti itu terlalu berlebih untuk saya,ternyata saya salah. Saya iri dengan foto pernikahan, saya iri dengan orang yg bisa berfoto dengan pacarnya, saya iri dengan hal2 semacam itu.
Selama ini saya iri, karena saya tidak tahu kapan akan memiliki hal seperti itu, tapi saya menutupinya seolah-olah saya benci hal tersebut. Munafik.
Saya hampir 25 tahun, saya sudah punya pekerjaan tetap, saya punya kekasih sebelum hari ini, tapi entah kenapa saya selalu merasa ada yg kurang.
Ternyata terjawab sudah semuanya, bahwa selama ini saya terlalu kesepian. Saya ingin keluarga. Keluarga saya sendiri. ha ha ha
Saya dan pacar saya sudah menjalin hubungan 3 tahun lebih, progress yg ada ? nol. Sejauh yg saya ingat tidak pernah ada kemajuan ke jenjang selanjutnya, saya pikir bahwa pacar saya takut berkomitmen, sehingga 3 tahun saya terbuang sia-sia saja. Justru akhir-akhir ini terlalu banyak perdebatan, pertengkaran, yg membuat saya selalu tersudut dan menjadi tersangka. Padahal saya sudah berusaha menghidupkan lagi hubungan saya. Tapi memang benar kata orang, jika hanya 1 yg berusaha, tidak akan bisa.
Kenapa tiba-tiba saya ingin keluarga saya sendiri? saya juga kurang tau pasti. Mungkin karena umur? mungkin karena sekitar? saya kurang tau. Yang jelas saya sering membayangkan, bahwa keluarga saya akan jadi tempat terhangat yg saya punya di dunia. Saya akan tetap bekerja untuk membantu suami saya kelak. Suami saya akan mengerti kenapa saya pulang malam karena pekerjaan, bahkan mungkin menjemput saya. Atau melakukan tugas-tugas rumah tangga ketika saya harus lembur. Suami saya akan sepengertian itu nantinya (I wish). Ketika suami saya harus pergi untuk dinas luar, dia akan selalu memberi kabar ke saya, video call, telfon sebelum tidur. Ketika suami saya sakit, saya akan merelakan cuti saya untuk merawatnya. Ketika hujan dan tidak bisa melakukan malam kencan, kami akan menonton film favorit saya, Harry Potter, bergelung di sofa sampai tertidur.
Ketika saya bayangkan, sangat menyenangkan jika saya dapat menjalaninya. Kenapa saya meracau seperti ini? mungkin saya sedang mengalami apa yg orang sebut Quarter Life Crisis. Saya merasa bahwa kehidupan saya ya gini-gini aja. Stagnan. Saya tidak bisa melakukan apa yg membuat saya bahagia. Saya bertahan dengan orang yg tidak pernah peduli dengan saya, saya menjalani pekerjaan yg bukan passion, saya meninggalkan teman-teman saya karena gaji yg lebih tinggi, saya tidak berbaur dengan keluarga saya karena saya terlalu lelah.
Quarter Life Crisis is a real thing.
x

Rabu, 28 Desember 2016

Untuk Cahaya

Tahun kabisat, bulan kedua
Saat itu tahun pertama saya menyandang predikat mahasiswa. Tidak ada yang spesial kecuali tumpukan tugas dan tugas. Tapi saya menikmati, karena ini sangat menyenangkan. Walaupun banyak mengeluh tapi tetap saya jalani dengan senang hati.
Tidak banyak yang saya ingat kala itu, hari-hari berjalan seperti biasa, belajar, dirumah, belajar lagi dan seterusnya.
Tapi siang itu, setelah selesai makan siang. Saya kembali ke kampus, duduk ala kadarnya di public space sembari mengerjakan tugas dilaptop tua saya. Jika sudah di depan laptop, saya tidak peduli dengan dunia sekitar saya, apalagi itu tempat umum di kampus.
Tiba-tiba kamu datang, duduk di samping saya, ikut membuka laptop. Saya masih tidak menghiraukan.
" Halo, saya Lelaki, mahasiswa angkatan 2008."
" Halo juga mas, saya Perempuan, angkatan baru sih. Gimana ada yang nisa saya bantu mas ?" Ucap saya sembari menjabat tangannya dan tersenyum.
"Oh enggak, cuman pengen kenalan aja. Kebetulan saya sering lihat kamu di gedung 3. Sering lari-lari gara-gara telat ya ? Hehe"
"Hehe iya mas. Mas sering kuliah di gedung 3 juga?"
Dan obrolan kami pun berlanjut hingga akhirnya kami bertukar nomor handphone.

Esoknya, kami sering bertemu. Sering makan siang bersama, sering pulang pergi bersama, bahkan di luar kampus kami sering main walaupun hanya nonton atau window shopping. Semakin hari kami semakin dekat. Saya pikir ini hanya akan menjadi hubungan pertemanan pada umumnya. Sampai suatu hari saya mencari-cari Lelaki karena hari itu dia tidak ada di kampus, bahkan tidak mengirim pesan singkat kepada saya. Anehnya hari itu saya sangat ingin melihat wajahnya. Hanya melihat sebentat, lalu cukup. Tapi sampai waktunya pulang pun dia tidak muncul. Saat itu saya menyadari bahwa teman tidak akan seperti ini. Hari itu saya sadar, saya telah jatuh. Saya jatuh cinta pada Lelaki. Tapi saya masih ragu, bagaimana bisa saya jatuh secepat itu.

Hari berganti, Lelaki kembali muncul. Membuat saya sangat lega hanya melihat senyum miring khas yg selalu ia sunggingkan. Semakin hari, komunikasi kami semakin intens. Tidak hanya pesan singkat, Lelaki sering menelepon saya sebelum saya berangkat kerja part time atau saat saya sedang mengerjakan tugas. Saya ingat satu percakapan saat saya akan berangkat kerja, kami membicarakan banyak hal di telefon. Ketika saya akan sampai, saya ijin untuk mengakhiri telefon. Dari ujung telefonnya, Lelaki berkata dengan intonasi sangat cepat dan suara yg pelan "Aku sayang kamu". Saya hanya tersenyum ketika telefon benar-benar berakhir. Ada perasaan lega bahwa kami saling berbalas perasaan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, saya mulai lelah menunggu Lelaki menyatakan cinta. Dan boleh dibilang perasaan saya sedikit demj sedikit mulai pudar. Namun komunikasi kami tetap terjalin baik. Sampai akhirnya munculah Pria, orang yang merebut perhatian saya dari Lelaki. Singkatnya, saya menjalin hubungam dengan Pria. Namun tidak berlangsung lama karena Pria hanyalah laki-laki pada umumnya. Kami mengakhiri hubungan kami tepat dua bulan sebelum berganti tahun.

Kembali saya mencari Lelaki. Mungkin dia masih disana menunggu saya. Andaipun tidak, saya paham juga. Ternyata dia masih disana, dengan senyum yang sama, dengan sikap yang sama. Kami kembali menjalin hubungan yg sempat hilang. Tapi hingga hubungan itu berakhir, Lelaki tidak juga menyatakan apapun kepada saya. Saat itu harusnya saya tetap bertahan saja.....

Tahun berganti, hubungan kami merenggang. Saya sudah sibuk dengan tugas-tugas akhir. Pun Lelaki sedang sibuk mengerjakan skripsinya. Tahun itu kami jarang sekali menghubungi satu sama lain. Hanya basa-basi singkat. Tidak pernah bertemu walaupun saya rindu setengah mati. Tapi apa daya, saya hanyalah gadis penuh dengan gengsi.
Tahun itu, Lelaki menyelesaikan status akademisnya dan bekerja di ibukota. Saya mencoba mengejar ketertinggalan saya di mata kuliah yg sempat saya hiraukan. Menuju tahun berganti, kami tetap dingin. Tetapi hati saya hangat mengeram rindu.

Melewati tahun lain, hubungan kami tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Saya hanya tau kabar Lelaki dari teman-temannya. Tahun itu saya harus menyelesaikan internship saya. Akhirnya saya semakin sibuk dengan tugas-tugas dan birokrasi akademis lain. Saya sedikir lupa tentang Lelaki.
Menuju penghujung tahun, akhirnya saya bisa melaksanakan internship di kota sebelah. Pertama kali dalam hidup saya jauh dari orang tua dan harus hidup sendiri. Tapi saya sangat antusias.
Hari pertama saya magang, saya perkenalan dengan seluruh staff kantor. Ada satu orang yg mengingatkan saya kepada Lelaki. Perawakannya, wajahnya, sikapnya, semuanya sangat mirip. Eraman rindu yg sudah dingin akhirnya hangay kembali. Kala itu saya sangat ingin bertemu Lelaki. Sekedar membicarakan hal-hal tidak penting. Tetapi saya tidak berani menghubungi Lelaki. Akhirnya saya menceritakan semua kerinduan saya kepada kawan Lelaki. Tak dinyana, cerita saya sampai pada Lelaki.
Menjelang natal, kami bertemu. Membicarakan banyak hal. Lelaki sudah bersama yg lain, pun saya. Ada sedikit perih ketika Lelaki menceritakan gadisnya saat ini. Saat itu saya ingin menceritakan semua perasaan saya sejak awal kami bertemu, tetapi rasanya tidak pantas karena saya dan Lelaki sudah punya pasangan masing-masing.
Pertemuan itu berlalu begitu saja. Saya masih rindu. Sangat rindu. Setiap kali ada perayaan keagamaan, saya gunakan kesempatan itu untuk menghubungi Lelaki. Hanya sebatas itu hubungan kami.

Menuju satu tahun lagi hingga masa kini, kami hanya berbalas pesan singkat. Membahas hal-hal tidak penting. Tak apa, yg penting saya tau kabarnya.

Satu tahun kembali berlalu, setelah natal 2014. Natal tahun ini akhirnya kamu bertemu. Duduk bersama walaupun kami berbeda. Sedikit canggung karena lama tak bersua.
Malam itu, saya banyak mencuri pandang kepada Lelaki. Saya rekam satu persatu detail kehadirannya. Matanya, senyumnya, rambutnya, tangannya, bahkan punggungnya yg jadi favorit saya. Malam itu, kami berbincang hingga menuju tengah malam. Lagi-lagi banyak tentang pasangan barunya. Dengan tegarnya saya mendengar dan memberi saran. Selama kamu bahagia, Lelaki.
Tiba dipenghujung pertemuan, saya diantar ke rumah. Tanpa saya ketahui sebabnya, Lelaki mengucapkan terimakasih. Padahal yg harusnya berterimakasih adalah saya, karena ia mau menemani saya beribadah.

Sampai rumah saya mendadak gelisah tak tentu arah. Ada desakan mistis agar saya mengatakan semuanya kepada Lelaki. Tetapi saya takut. Takut pertemanan saya selama ini akan melebur hilang begitu saja. Saya tidak bisa tidur, bolak-balik saya mengetik lalu hapus lalu ketik lagi. Geram, saya minta pendapat kawan saya. Kawan saya menyarankam untuk ungkapkan semua.
Akhirnya saya buat draft, saya copy, lalu saya simpan.
Tak lama, Lelaki mengirim pesan berisi. "Makasih ya, Perempuan"
Karena tidak tahu harus membalas apa, saya bulatkan tekat untuk menyalin draft saya tadi dan saya kirim ke Lelaki.


Untuk Lelaki, cahaya hati. Terimakasih karena telah ada dikehidupan saya. Terimakasih telah berupaya sedemikian rupa kala itu.
Bagaimana nanti takdirnya, saya selalu ingin kamu bahagia. Saya belajar cinta adalah melihatmu tertawa.
Seperti ujarmu, jangan hilangkan jalinan antara kita.
People changes, memory don't

Minggu, 05 Juni 2016

Beyond Imagine

"Kok dikasih jalan sih? Kan jadi lama kita, macet lagi"
" Saya percaya karma, kalo saya kasih jalan ke mbaknya, nanti kalo kamu dijalan, kamu dikasih jalan juga sama orang lain"
Setelah itu saya diam. Kata-kata itu hinggap di otak saya hingga hari ini. Mungkin sebenarnya hanya kalimat biasa, diucapkan dengan intonasi biasa dari bibir orang yang tidak spesial di hidup saya. Tapi entah kenapa, berhari-hari, berminggu-minggu setiap kali saya diam setiap kali saya melamun, kalimat itu terlintas begitu saja.
Menurut saya, itu kata-kata termacho yang bisa diucapkan seorang laki-laki. Beberapa laki-laki yang saya kenal tidak akan berpikir sejauh itu.Mungkin karma untuk diri mereka sendiri, ya pasti mereka memikirkan. Tapi karma untuk orang lain? hmm saya pikir tidak ada orang yang memikirkan orang lain, ngurusin hidup orang lain, banyaak spesies itu. Tapi untuk memikirkan benefit yang akan didapat orang lain? I don't think so.



" Kamu ga capek saya tanya-tanyain sepanjang film ?'
" Saya bisa donwload lagi nanti, saya bisa nonton berulang kali nanti, yang penting kamu paham" 
Ini juga bikin senewen. Senewen tapi bahagia.
Saya tidak suka diperhatikan, tidak suka kata-kata gombal dari laki-laki . Tapi percaya lah, kata-kata ini meluluh lantak kan gunung es kesombongan saya akan perhatian. Saya beberapa kali nonton bioskop dengan teman, saat saya tanya-tanya tentang filmnya biasanya mereka akan memarahi saya atau menyodorkan popcorn biar saya diam. Bukan mereka jahat (ya sedikit) tapi saya paham, memang kurang nyaman kalau ada yang rewel saat mereka sedang konsentrasi.
Setelah kalimat itu, saya diam. Saya mencoba memahami sendiri filmnya, coba saya cerna sendiri sembari memikirkan kalimat tadi. Saya terharu, kagum, speechless. Hingga film berakhir saya tetap diam. Hingga teman saya beranjak untuk pergi



Semua itu dikatakan oleh laki-laki yang notabene punya predikat jelek dimata orang lain. Saya pun dulu beranggapan dia orang yang seperti itu. Sampai saya telusuri lagi sifat-sifatnya, saya dalami lebih lagi kepribadiannya. Saya tau dia bukan orang seperti yang lain kira. Kalau ada kata-kata lebih dari "baik", saya akan gunakan kata-kata itu untuk dia. Tidak hanya baik diucapan, baik juga ditindakan. Teruntuk kamu, teman yang memperhatikan lebih dari kekasih, saya sangat tertolong dengan adanya kamu saat ini. Yang bisa menjadi sandaran dan panutan.

Rabu, 24 Juli 2013

Malu lah sama anak kecil...

Suatu hari, saya berkunjung ke rumah sepupu saya. Jarak usia saya dan sepupu saya cukup jah, dia baru masuk SMP ini. Sebutlah namanya Nathan. Saya dan Nathan memang suka usil, suatu waktu, saya msuk ke kamar Nathan yang sedang main game online. Dengan berbekal sedikit pengetahuan tentang game online saya tanya sama Nathan
" Kok cash kamu 0? kamu gak pake cash? cuma pake skor aja buat beli senjatanya"
dan jawabannya sempat membuat saya tercengang sejenak
" Buat apa pake cash segala, ngabis-ngabisin duit. Mending buat makan, diuar sana aja yang susah makan banyak kok duit cuma dihambur-hamburin buat hal gak penting. Senjatanya emas tapi amu makan susah ya buat apa"
Mendengar jawaban itu dari dia saya hanya diam sambil terkagum-kagum. Nathan tidak lahir dari keluarga yang melarat, bisa dibilang mereka berkecukupan, berkelimpahan kalau boleh dibilang. Tapi, pemikirannya tidak seperti kebanyakan anak orang kaya pada umumnya. Dia peduli dan tahu keadaan diluar sana seperti apa, padahal kehidupan sehai-harinya hanya dihabiskan untuk belajar dan main game saja. Tapi ia berbicara seolah ia tau dan melihat apa yang ada dan apa yang dialami diluar sana.
Hal itu membuat saya sedikit tersentil batin saya. Saya yang sudah sebesar ini masih suka membeli barang-barang tidak penting, masih suka foya-foya untuk hal yang kurang penting, apatis terhadap kesusahan orang lain.
Ini membuat saya teringat beberapa orang yang menurut saya kurang bersyukur atas apa yang mereka terima. Ada beberapa orang yang hidup amat sangat berkecukupan tapi masih mengemis bantuan daru orang lain bahkan dari pemerintah yang mana bantuan itu harusnya untuk orang yang benar-benar kurang mampu. Apa mereka berharap benar-benar melarat dengan cara seperti itu?? Mental seperti apa yang dimiliki orang-orang macam itu? Bagaimana Indonesia bisa maju kalau mayoritas penduduknya bermental pengemis sperti itu? Saya sendiri gak habis pikir gimana bisa ada orang yang tega merebut jatah orang lain untu menumpuk kekayaan sendiri.
Semoag dengan tulisan ini, semakin banyak orang sadar tentang kodrat dan hakikat mereka, dan tidak serakah serta peduli terhadap orang lain. Malu lah sama anak kecil.

Minggu, 07 Juli 2013

Diamnya seorang ayah

Dulu, tiap kali Papa marah soal main malem dan lain-lain, aku selalu aja marah balik. Karena Papa sendiri gak pernah bilang kenapa larangan itu ada. Seandainya dibuat aturan dan dibukukan, mungkin terlalu banyak kekhawatiran Papa padaku. Sampai suatu hari, sebuah kejadian besar mengubah semau persepsiku tentang apa yang Papa rasakan selama ini.
Sayangnya kejadian itu bukan disini aku bisa membukanya pada dunia :))
Akhirnya semua pertanyaanku tentang kekhawatiran ayahku terjawab sudah. Aku tau ayahku bukan orang yang mudah mengungkapkan perasaan pada keluarganya, apa yang ia rasa, hanya ia yang tahu dan Tuhan.
Ayahku bukan orang yang sempurna dalam menyanyangi, tapi dia berusaha menafkahi kami dengan begitu baiknya.
Ayahku bukan tipe ayah yang bisa berkumpul bersama keluarganya, tapi disela seluruh kesibukannya, pesan kecil selalu ia kirimkan pada kami keluarganya.
Ayahku, jauh dari sempurna dan idealnya seorang ayah di mata orang lain, tapi bagiku, dialah yang terbaik yang aku punya. Dia yang mendidik ku tentang waktu, dia yang mengkhawatirkan aku lebih dari semua pacar yang pernah aku punya. Dia yang menjaga ku tetap bahagia.
Semua larangan itu masuk akal bagiku sekarang, karena dia inginkan yang terbaik untukku. Mungkin, baginya dunia ini terlalu kejam untuk gadis-gadisnya yang belum tahu banyak tentang dunia luar. Ia hanya ingin menjaga, tak lebih dan kurang. Ia ingin menyampaikan sayangnya, namun tak tahu cara yang tepat dan tak tahu bagaimana.
Aku tahu, Suatu saat nanti ia akan bilang sayang padaku.
Before you say it, Dad. I love you, more than thousand words i say :)